يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ
yā ayyuhal-lażīna āmanū lā ta’kulur-ribā aḍ‘āfam muḍā‘afah(tan), wattaqullāha la‘allakum tufliḥūn(a).
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung
Audio Q.S. Ali ‘Imran Ayat 130
Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 130
Tafsir Wajiz
Kaum kafir membiayai perang, termasuk Perang Uhud, dengan uang yang mereka dapatkan melalui praktik riba. Karena itu, Allah mengingatkan orang-orang beriman, “Janganlah kamu memakan riba,” yaitu tidak boleh mengambil keuntungan berlebihan dari orang yang berutang, seperti yang biasa dilakukan masyarakat Jahiliah.
Mereka menambahkan bunga berlipat ganda dari pokok utang. Allah mengajarkan untuk bertakwa kepada-Nya dengan menjauhi riba agar mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat (Lihat: Surah al-Baqarah/2: 279).
Tafsir Tahlili
Ayat ini adalah peringatan pertama tentang larangan riba dalam Islam. Setelahnya, ayat-ayat lain tentang haramnya riba muncul di Surah al-Baqarah ayat 275, 276, dan 278. Riba yang dimaksud di sini adalah riba nasiah atau riba jahiliah, yang umum pada masa itu. Ibnu Jarir menjelaskan bahwa Allah mengingatkan orang beriman agar tidak lagi mempraktikkan riba berlipat ganda seperti yang mereka lakukan sebelum masuk Islam.
Pada masa itu, jika seseorang meminjam uang dan tidak bisa melunasi utangnya pada waktu yang dijanjikan, si pemberi utang akan menuntut tambahan bunga untuk penundaan pembayaran. Setiap kali pembayaran tertunda, bunganya akan terus bertambah, sehingga utang menjadi semakin besar. Inilah yang disebut riba berlipat ganda, yang dilarang oleh Allah. Ar-Razi menjelaskan bahwa praktik ini terjadi ketika seseorang meminjam uang sebesar seratus dirham, dan jika tidak bisa melunasinya pada waktu yang dijanjikan, utangnya akan ditambah menjadi dua ratus dirham. Jika utang kembali tertunda, jumlahnya akan terus berlipat ganda.
Selain riba nasiah, ada juga riba fadhal, yaitu ketika seseorang menukar barang dengan barang sejenis tetapi dengan nilai yang berbeda, misalnya menukar 1 liter beras berkualitas tinggi dengan 1½ liter beras berkualitas rendah. Larangan riba fadhal ini didasarkan pada hadis-hadis Rasulullah dan berlaku untuk emas, perak, serta makanan pokok yang disebut “barang-barang ribawi.”
Karena dampak buruk dan beratnya hukuman riba, Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk menjauhi riba dan menjaga diri serta bertakwa kepada-Nya. Dengan begitu, mereka dapat hidup bahagia dan beruntung di dunia dan akhirat.
Gambar Surat Ali Imran Ayat 130
Asbabun Nuzul Quran Surat Ali 'Imran
Surah Ali Imran (bahasa Arab: آل عمران) , Āli-'Imrān, "Keluarga 'Imran") adalah surah ke-3 Al-Qur'an. Surah ini adalah salah satu surah Madaniyah.
Asbabun Nuzul (سباب النزول) secara harfiah berarti sebab-sebab turunnya (wahyu). Istilah ini merujuk pada peristiwa atau kejadian yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat tertentu di dalam Al-Qur'an.
Surat Ali Imran adalah surat ke-3 dalam Al-Qur'an, yang terdiri dari 200 ayat. ) Membaca surat ini akan membuka jendela untuk memahami maknanya sekaligus hikmah di baliknya Ada beberapa sebab turunnya surat Ali 'Imran yang diidentifikasi oleh para ahli tafsir.
Tujuan Penulisan
Surat Ali Imran ditulis untuk memberikan bimbingan kepada umat Islam pada masa itu dan untuk seluruh umat manusia, baik pada masa lalu maupun masa yang akan datang.
Surat ini memberikan petunjuk yang jelas mengenai ajaran Islam serta memberikan pemahaman tentang keyakinan, prinsip-prinsip moral, dan pedoman hukum bagi umat Islam.
Selain itu juga memperkuat iman para sahabat Nabi Muhammad SAW dengan mengingatkan mereka tentang keesaan Allah SWT, sifat-sifat-Nya yang sempurna, dan kekuatan-Nya yang tak tertandingi.
Kapan Surat Ini Ditulis?
Surat Ali Imran diturunkan pada tahun 9 Hijriyah di Kota Madinah sehingga masuk dalam golongan Surat Madaniyyah.
Surat Ali Imran diturunkan pada periode awal dakwah Islam, di kota Mekah dan Madinah, sekitar tahun 620-623 Masehi, saat Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya sedang menghadapi tantangan besar dari musuh-musuh Islam.
Meski ada perbedaan tapi sebagian besar ulama berpendapat bahwa surat ini diturunkan secara bertahap di Madinah setelah hijrahnya Nabi Muhammad SAW (Nabi Muhammad) dari Mekkah.
Siapa yang Menulis Surat Ini?
Surat Ali Imran, seperti seluruh Al-Qur'an, diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW (Nabi Muhammad) melalui perantara malaikat Jibril AS.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad ﷺ bukanlah penulis Al-Qur'an, tetapi penerima wahyu.
Tujuan Turun Surat Ali Imran
Surat Ali Imran turun sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh umat Islam serta dalam konteks peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa itu.
Salah satu tujuan utama turunnya surat ini adalah untuk memberikan dorongan dan semangat kepada kaum Muslimin yang tengah menghadapi cobaan dan tantangan dalam menyebarkan ajaran Islam di tengah-tengah perlawanan dan penindasan dari pihak musuh.
Surat Ali Imran juga diturunkan untuk menjawab berbagai pertanyaan dan perdebatan yang muncul dari para ahli kitab, seperti Yahudi dan Nasrani, terkait dengan kenabian Nabi Muhammad SAW (Nabi Muhammad) dan kebenaran Islam.
Dengan demikian, Asbabun Nuzul Quran Surat Ali Imran memberikan kita pemahaman yang lebih dalam tentang konteks dan tujuan turunnya surat tersebut, serta pentingnya pesan-pesan yang terkandung di dalamnya bagi umat Islam pada masa lalu maupun masa kini.