اِنَّ الَّذِيْنَ يَشْتَرُوْنَ بِعَهْدِ اللّٰهِ وَاَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيْلًا اُولٰۤىِٕكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللّٰهُ وَلَا يَنْظُرُ اِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَلَا يُزَكِّيْهِمْ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
innal-lażīna yasytarūna bi‘ahdillāhi wa aimānihim ṡamanan qalīlan ulā’ika lā khalāqa lahum fil-ākhirati wa lā yukallimuhumullāhu wa lā yanẓuru ilaihim yaumal-qiyāmati wa lā yuzakkīhim, wa lahum ‘ażābun alīm(un).
Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah, mereka itu tidak memperoleh bagian di akhirat, Allah tidak akan menyapa mereka, tidak akan memperhatikan mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.
Audio Q.S. Ali ‘Imran Ayat 77
Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 77
Al-Qur’an memperingatkan tentang akibat yang ditanggung oleh orang-orang yang melakukan khianat terhadap janji-janji mereka, khususnya yang disumpah dengan nama Allah. Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang yang dengan sembrono menukar janji-janji suci tersebut dengan kepentingan duniawi yang tidak berarti di mata Allah, mereka sebenarnya hanya menukarkan kebaikan yang besar dengan keburukan yang lebih kecil.
Tafsir Wajiz menyoroti bahwa pelanggaran ini tidak hanya merupakan pengkhianatan terhadap janji-janji duniawi, tetapi juga terhadap janji-janji spiritual dan moral yang berhubungan dengan perintah Allah dan ajaran-Nya. Mereka yang bersedia mengingkari janji-janji suci ini dihadapkan pada konsekuensi berat di akhirat. Mereka tidak akan mendapat bagian dari rahmat Allah, tidak akan dianggap oleh-Nya, dan tidak akan mendapatkan ampunan-Nya. Azab yang pedih di neraka menanti mereka sebagai balasan atas perbuatan khianat yang mereka lakukan.
Sementara itu, Tafsir Tahlili menjelaskan bahwa latar belakang turunnya ayat ini berkaitan dengan kasus khianat dalam perjanjian sewa tanah yang dilakukan oleh seorang Yahudi terhadap al-Asy’ats bin Qais. Ketika kasus ini dibawa kepada Rasulullah, beliau meminta bukti atas tuduhan tersebut. Ketika bukti tidak ada, Rasulullah meminta Yahudi itu untuk bersumpah. Namun, situasi ini menunjukkan bagaimana seriusnya Allah dalam menegakkan keadilan dan mempertahankan nilai-nilai yang dijanjikan.
Pada intinya, ayat ini menunjukkan bahwa mengingkari janji dan sumpah yang dikuatkan dengan nama Allah adalah tindakan serius yang berdampak besar di akhirat. Allah tidak menganggap remeh pelanggaran ini, sekecil apa pun itu dalam pandangan manusia. Mereka yang melanggarnya tidak hanya kehilangan pahala di akhirat, tetapi juga menghadapi siksaan yang kekal dan kehilangan kasih sayang serta ampunan dari Allah.
Ini adalah pengingat bagi umat Muslim untuk senantiasa menjaga integritas mereka dalam memenuhi janji-janji dan amanah-amanah yang diberikan, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Ketaatan ini merupakan cerminan dari ketakwaan yang sejati, yang diharapkan dapat membawa keberkahan dan keberlimpahan di dunia dan di akhirat.
Gambar Surat Ali Imran Ayat 77
Asbabun Nuzul Quran Surat Ali 'Imran
Surah Ali Imran (bahasa Arab: آل عمران) , Āli-'Imrān, "Keluarga 'Imran") adalah surah ke-3 Al-Qur'an. Surah ini adalah salah satu surah Madaniyah.
Asbabun Nuzul (سباب النزول) secara harfiah berarti sebab-sebab turunnya (wahyu). Istilah ini merujuk pada peristiwa atau kejadian yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat tertentu di dalam Al-Qur'an.
Surat Ali Imran adalah surat ke-3 dalam Al-Qur'an, yang terdiri dari 200 ayat. ) Membaca surat ini akan membuka jendela untuk memahami maknanya sekaligus hikmah di baliknya Ada beberapa sebab turunnya surat Ali 'Imran yang diidentifikasi oleh para ahli tafsir.
Tujuan Penulisan
Surat Ali Imran ditulis untuk memberikan bimbingan kepada umat Islam pada masa itu dan untuk seluruh umat manusia, baik pada masa lalu maupun masa yang akan datang.
Surat ini memberikan petunjuk yang jelas mengenai ajaran Islam serta memberikan pemahaman tentang keyakinan, prinsip-prinsip moral, dan pedoman hukum bagi umat Islam.
Selain itu juga memperkuat iman para sahabat Nabi Muhammad SAW dengan mengingatkan mereka tentang keesaan Allah SWT, sifat-sifat-Nya yang sempurna, dan kekuatan-Nya yang tak tertandingi.
Kapan Surat Ini Ditulis?
Surat Ali Imran diturunkan pada tahun 9 Hijriyah di Kota Madinah sehingga masuk dalam golongan Surat Madaniyyah.
Surat Ali Imran diturunkan pada periode awal dakwah Islam, di kota Mekah dan Madinah, sekitar tahun 620-623 Masehi, saat Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya sedang menghadapi tantangan besar dari musuh-musuh Islam.
Meski ada perbedaan tapi sebagian besar ulama berpendapat bahwa surat ini diturunkan secara bertahap di Madinah setelah hijrahnya Nabi Muhammad SAW (Nabi Muhammad) dari Mekkah.
Siapa yang Menulis Surat Ini?
Surat Ali Imran, seperti seluruh Al-Qur'an, diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW (Nabi Muhammad) melalui perantara malaikat Jibril AS.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad ﷺ bukanlah penulis Al-Qur'an, tetapi penerima wahyu.
Tujuan Turun Surat Ali Imran
Surat Ali Imran turun sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh umat Islam serta dalam konteks peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa itu.
Salah satu tujuan utama turunnya surat ini adalah untuk memberikan dorongan dan semangat kepada kaum Muslimin yang tengah menghadapi cobaan dan tantangan dalam menyebarkan ajaran Islam di tengah-tengah perlawanan dan penindasan dari pihak musuh.
Surat Ali Imran juga diturunkan untuk menjawab berbagai pertanyaan dan perdebatan yang muncul dari para ahli kitab, seperti Yahudi dan Nasrani, terkait dengan kenabian Nabi Muhammad SAW (Nabi Muhammad) dan kebenaran Islam.
Dengan demikian, Asbabun Nuzul Quran Surat Ali Imran memberikan kita pemahaman yang lebih dalam tentang konteks dan tujuan turunnya surat tersebut, serta pentingnya pesan-pesan yang terkandung di dalamnya bagi umat Islam pada masa lalu maupun masa kini.