يٰبَنِىۡٓ اِسۡرَآءِيۡلَ اذۡكُرُوۡا نِعۡمَتِىَ الَّتِىۡٓ اَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ وَاَوۡفُوۡا بِعَهۡدِىۡٓ اُوۡفِ بِعَهۡدِكُمۡۚ وَاِيَّاىَ فَارۡهَبُوۡنِ
Yaa Baniii Israaa’iilaz kuruu ni’matiyal latiii an’amtu ‘alaikum wa awfuu bi’Ahdiii uufi bi ahdikum wa iyyaaya farhabuun
40. Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu. Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu, dan takutlah kepada-Ku saja.
Lantunan Suara Surat Al-Baqarah Ayat 40
Tafsir Al-Baqarah Ayat 40
Tafsir Wajiz
Ayat ini dan beberapa ayat berikutnya memberikan penekanan pada Bani Israil, merujuk kepada keturunan Israil, alias Nabi Yakub, yang juga dikenal sebagai Yahudi. Pesan yang disampaikan kepada mereka adalah untuk merenungkan dan mengingat nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepada mereka dan juga kepada nenek moyang mereka. Nikmat-nikmat tersebut meliputi petunjuk-petunjuk Ilahi, penyelamatan dari musuh-musuh, dan berbagai anugerah lainnya.
Surah ini memanggil Bani Israil untuk memenuhi janji-janji yang mereka lontarkan dalam jiwa mereka, yaitu janji untuk taat kepada Allah. Dengan memenuhi janji tersebut, Allah berjanji memberikan keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia, serta pahala dan surga di akhirat. Seruan tersebut juga menegaskan pentingnya takwa dan ketaatan yang semata-mata ditujukan kepada Allah.
Tafsir Tahlili
Allah memulai ayat ini dengan merujuk kepada Bani Israil, yakni keturunan Israil, yang lebih dikenal sebagai Yahudi. Mereka merupakan bangsa pertama yang membawa kitab Samawiyah dan sebagian dari mereka menjadi lawan yang paling keras terhadap keimanan terhadap Nabi Muhammad saw. Potensi masuknya mereka ke dalam Islam memiliki potensi untuk menjadi landasan yang kuat bagi orang-orang Nasrani dan non-muslim lainnya, karena Bani Israil telah berjanji kepada Allah untuk beriman kepada setiap nabi yang diutus-Nya, asalkan ada bukti yang jelas.
Bani Israil merujuk kepada keturunan Nabi Yakub, yang dikenal sebagai Yahudi. Nabi Yakub dikenal sebagai hamba Allah yang saleh, sabar, dan tawakal. Allah memanggil mereka dengan sebutan “Bani Israil” di awal ayat ini untuk mengingatkan mereka untuk meneladani keimanan, ketaatan, kesalehan, ketakwaan, kesabaran, dan sifat-sifat terpuji lainnya dari nenek moyang mereka.
Ayat ini dipicu oleh gejala perilaku Bani Israil yang tampak melampaui batas dan menyimpang dari ajaran serta sifat-sifat yang dianut oleh nenek moyang mereka, khususnya dalam sikap mereka terhadap Al-Qur’an yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad saw. Mereka menolak untuk beriman bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah dan mendustakan kenabian serta kerasulan Nabi Muhammad saw., padahal seharusnya mereka yang pertama kali beriman, karena kabar tentang kedatangannya telah disebutkan dalam kitab suci mereka, yaitu Taurat.
Dalam ayat ini, Allah memberikan tiga perintah kepada Bani Israil. Pertama, untuk senantiasa mengingat nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepada mereka dan bersyukur, termasuk di dalamnya pemilihan nabi-nabi dari kalangan mereka. Namun, sayangnya, mereka justru memanfaatkan nikmat tersebut sebagai alasan untuk menolak seruan Nabi Muhammad saw., bahkan mengejeknya, dan mengklaim bahwa nikmat dan karunia Allah hanya untuk mereka saja.
Kedua, untuk memenuhi janji-janji yang telah mereka lontarkan kepada Allah, terutama janji untuk menimbang segala masalah dengan akal pikiran dan tidak memperserikatkan-Nya dengan sesuatu pun. Jika mereka memenuhi janji tersebut, Allah berjanji memberikan keselamatan dan kehidupan makmur di tanah Palestina. Sayangnya, kenyataan menunjukkan bahwa mereka gagal memenuhi janji-janji tersebut karena rasa takut dan khawatir terhadap satu sama lain.
Ketiga, agar mereka hanya takut kepada Allah semata-mata, karena hanya Allah yang memiliki kekuasaan penuh atas segala persoalan. Allah memberikan perintah ini karena kenyataan menunjukkan bahwa Bani Israil tidak memenuhi janji-janji mereka kepada Allah dan lebih cenderung takut kepada sesama mereka daripada kepada Allah. Allah menegaskan bahwa hanya Dia yang berhak ditaati dan dikhawatiri, karena hanya Dia yang menguasai segala urusan.
Asbabun Nuzul Surat Al Baqarah
Surah Al-Baqarah diawali dengan huruf muqatha'ah, yakni alif-lam-mim, dengan tujuan menarik perhatian pembaca terhadap pesan-pesan Ilahiah yang akan diungkapkan dalam surah ini. Huruf-huruf muqatha'ah ini memiliki ciri khas pembacaan yang terputus-putus.
Selain itu, surah ini juga dikenal sebagai Fustatul Qur'an (Puncak Al-Qur'an) karena berisi beberapa hukum yang tidak tercantum dalam surah-surah lainnya. Dalam Tafsir Jalalain karya Imam Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, diungkapkan bahwa empat ayat awal surah Al-Baqarah diturunkan khusus mengenai orang-orang mukmin.
Di samping itu, dua ayat membahas orang-orang kafir, sementara tiga belas ayat lainnya berkaitan dengan orang-orang munafik. Hubungan antara mukmin, kafir, dan munafik, menurut Djohan Effendi, secara khusus terkait dengan aspek keberagamaan yang ditemukan dalam surat Al-Baqarah.
Keterangan mengenai QS. Al-Baqarah
Surat Al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat turun di Madinah, sebagian besar pada awal tahun Hijriah, kecuali ayat 281 yang diturunkan di Mina saat Hajji Wadaa' (haji terakhir Nabi Muhammad SAW). Keseluruhan ayat dalam Surat Al-Baqarah termasuk dalam golongan Madaniyyah, menjadikannya surat terpanjang di antara surat-surat Al-Qur'an, dengan satu ayat khusus yang dikenal sebagai ayat terpancang, yaitu ayat 282. Surat ini dinamai Al-Baqarah karena mengisahkan perintah Allah kepada Bani Israil untuk menyembelih sapi betina (ayat 67-74), yang menggambarkan sifat umum orang Yahudi. Gelar Fusthatul-Quran (Puncak Al-Quran) diberikan karena surat ini memuat sejumlah hukum yang tidak terdapat dalam surat-surat lainnya. Sebagai tambahan, surat ini juga dikenal sebagai surat Alif-laam-miim karena dimulai dengan Alif-laam-miim.
Surat Al-Baqarah, sebagai surat kedua dalam Al-Qur'an, memiliki beberapa peristiwa dan sebab turun (Asbabun Nuzul) yang berkaitan dengan konteks kehidupan Nabi Muhammad saw. dan masyarakat Muslim pada masa itu. Beberapa Asbabun Nuzul yang signifikan yang terkait dengan Surat Al-Baqarah adalah sebagai berikut:
Pertempuran Badar
Salah satu peristiwa penting yang menjadi latar belakang turunnya sebagian ayat Surat Al-Baqarah adalah Pertempuran Badar. Pertempuran ini berlangsung pada tahun kedua Hijriyah antara pasukan Muslim yang dipimpin oleh Nabi Muhammad saw. dan pasukan Quraisy Makkah. Ayat-ayat dalam Surat Al-Baqarah menyentuh aspek moral dan etika perang, serta memberikan panduan bagi para Muslim dalam menghadapi ujian pertempuran tersebut.
Pertanyaan Kaum Yahudi
Beberapa ayat dalam Surat Al-Baqarah juga turun sebagai jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan kaum Yahudi Madinah yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu kepada Nabi Muhammad saw. Ayat-ayat ini memberikan jawaban dan penjelasan terhadap berbagai isu hukum dan keagamaan yang diajukan oleh kaum Yahudi.
Peristiwa Penyembelihan Korban Hewan Kurban
Ayat-ayat dalam Surat Al-Baqarah juga turun sebagai pedoman bagi umat Islam dalam pelaksanaan ibadah penyembelihan hewan kurban pada hari raya Idul Adha. Terdapat ketentuan-ketentuan tertentu yang dijelaskan dalam surat ini terkait dengan penyembelihan, pembagian daging, dan tujuan spiritual di balik pelaksanaan kurban.
Perkara Hukum dan Etika Sosial
Sejumlah ayat dalam Surat Al-Baqarah turun untuk mengatasi situasi hukum dan etika sosial yang muncul dalam masyarakat Muslim Madinah. Termasuk di antaranya adalah hukum-hukum pernikahan, perceraian, hukuman bagi pencuri, dan berbagai aspek lainnya yang membutuhkan panduan hukum dan etika Islam.
Masalah Keuangan dan Perdagangan
Surat Al-Baqarah juga turun untuk memberikan pedoman terkait keuangan dan perdagangan kepada umat Islam. Beberapa ayat memberikan petunjuk mengenai riba, transaksi perdagangan, dan kewajiban sedekah, yang mencerminkan tatanan ekonomi Islam.
Dengan demikian, Surat Al-Baqarah turun sebagai respons terhadap berbagai peristiwa dan kebutuhan masyarakat Muslim pada saat itu. Ayat-ayatnya memberikan panduan moral, etika, hukum, dan pedoman kehidupan sehari-hari, menciptakan landasan ajaran Islam yang komprehensif bagi umatnya.
Kapan turunnya surat Al Baqarah?
Surat Al-Baqarah turun secara bertahap di Madinah, sebagian besar pada awal tahun Hijriah. Proses penurunan ini mencakup periode waktu yang relatif panjang, dan tidak ada tanggal yang spesifik yang dapat diidentifikasi untuk seluruh surat tersebut. Namun, ayat-ayat Surat Al-Baqarah diturunkan pada masa permulaan kediaman Nabi Muhammad SAW di Madinah, setelah peristiwa Hijrah dari Makkah.
Surat Al-Baqarah adalah surat ke-2 dalam Al-Qur’an. Surat ini terdiri dari 286 ayat, 6.221 kata, dan 25.500 huruf dan tergolong surah Madaniyah. Surat ini merupakan surat dengan jumlah ayat terbanyak dalam Al-Qur’an.
Asbabun nuzul (sebab-sebab diturunkannya), Surat Al-Baqarah turun secara bertahap selama sembilan tahun. Nama Al Baqarah (sapi betina), diambil dari kisah yang dibicarakan dalam ayat 61--71 tentang penyembelihan seekor sapi.
Sebagian besar surat tersebut diturunkan untuk memberikan bimbingan, hukum, dan prinsip-prinsip kehidupan kepada umat Islam di Madinah, serta untuk menanggapi berbagai situasi dan pertanyaan yang muncul dalam masyarakat Muslim pada saat itu. Meskipun tidak ada tanggal pasti yang diberikan untuk penurunan seluruh surat, kontennya memberikan pandangan mendalam terhadap perkembangan masyarakat Muslim Madinah pada masa tersebut.